Selasa, 24 Juni 2008

Mata Hati Dan Fikiran Kami Yang Berbicara

Dalam percakapan sehari-hari dengan kata-kata yang sudah dimengerti, bukan ketika sedang terapi atau mengajarkan kata/kalimat baru (maksud “dimengerti”: meraka sudah paham yang kita maksud, walaupun kadang ia bisa merespon dengan kata-kata dan kadang belum bisa):

kita berbicara secara normal
(sebagaimana bicara dengan semua orang lain)

Karena untuk itulah para penderita tuna rungu dimasukkan ke komunitas umum supaya sedikit demi sedikit belajar sampai suatu saat bisa mengejar ketertinggalannya.

Jadi kami minta pengertian dan kerjasama semua pihak yang terkait dengan kehidupan sehari-hari para penderita tuna rungu (keluarga, pengasuh, guru sekolah, terapis wicara, guru sekolah minggu, teman-teman, tetangga) untuk:

1. Tidak memandang penderita tuna rungu sebagai anak yang khusus jadi tidak perlu mengajaknya berkomunikasi dengan cara khusus (memperlihatkan gerak bibir, berbicara keras/teriak, bahasa isyarat/gerakan tangan)

2. Memahami keterbatasan komunikasi para penderita tuna rungu apalagi pada usia dini yang mendengarnya yang baru 2 tahun sehingga belum banyak kosa kata (tetapi perkembangan intelektualnya biasa) dan berbicara secara normal sebagaimana kepada anak yang masih sangat kecil, sambil memberi ruang kepada para penderita tuna rungu untuk mengejar ketertinggalannya.

Point 1 terutama sangat berat. Sulit sekali mengubah paradigma dan persepsi kebanyakan orang terhadap penderita tuna rungu: Bahwa anak tuna rungu tidak bisa mendengar, sehingga harus bicara berhadap-hadapan dengan perlihatkan gerak bibir, dengan suara keras/teriak, dengan bantuan isyarat/gerakan tangan.

Dengan demikian dukungan anggota masyarakat, terutama keluarga di rumah diharapkan mempunyai pandangan yang sama pandangan dan menerapkannya. Kalangan lain mudah-mudahan bisa segera menyusul.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Supported by Gold Mining News. Powered by Blogger